Dunia Remaja dan Romantikanya
Masa
remaja merupakan masa yang paling indah dalam fase kehidupan manusia. Pada masa
ini terjadi pencarian identitas diri, impian besar dan semangat besar. Pada
masa inilah berpadu antara asa, cita dan cinta.
Khususnya masalah cinta, remaja
memiliki problematika sendiri. Tak sedikit remaja terjebak dalam gelapnya
jurang asmara namun mereka mengira sedang berada di taman surgawi. Mereka
mengira sedang mereguk manis madu-madu
kerinduan, padahal sesungguhnya sedang mabuk racun kehidupan.
Dalam
dunia remaja, istilah pacaran didefinisikan dengan ta’aruf (mengenal
calon pasangan), dan terkadang pendapat ini didukung oleh mereka yang notabene
berpredikat sebagai tokoh agama. Mereka beralil dengan Al-Qura’an surat
al-Hujurat :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 49: 13)
Muncul
sebuah paradigma, bahwa pacaran menjadi ‘wajib’ dalam kehidupan remaja. Hidup tanpa
pacar adalah aib besar bagi seorang remaja. status jomblo adalah predikat yang
paling dihindari oleh mereka. Dalam pandangan agama, paradigma ini merupakan
hal yang memprihatinkan. Mengapa? Karena pandangan hidup seperti ini adalah kunci
sukses bagi setan dalam menjerumuskan anak manusia kepada perzinahan
secara terbuka. Jika pacaran sudah dianggap biasa bahkan menjadi wajib, maka
inilah awal hancurnya akhlak dan menjadi salah satu tanda dari sekian banyak
tanda-tanda kiamat.
Cintamu Kepada Sesuatu
Menjadikan Kamu Buta dan Tuli
Sebaris
kalimat diatas tercatat sebagai hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan Imam Ahmad. Cinta adalah persoalan klasik yang menjadi alasan utama
bagi manusia untuk menjalin hubungan dengan status pacaran. Namun tahukah kita,
telah berapa banyak korban berjatuhan atas nama cinta?
Berapa
orang bayi yang terlahir tanpa ayah?
Berapa
gadis yang hamil tanpa nikah?
Berapa
janin yang dibunuh sebelum lahir?
Bukankah
itu semua dipersalahkan atas nama CINTA?
Lalu,
akan berapa korban lagi yang akan jatuh berikutnya? Atau diantara kalian
justeru ada yang dengan bangga mengantri untuk mengorbankan diri atas nama
cinta, wahai saudaraku sadarilah cintamu kepada sesuatu hanya membuatmu
menjadi buta dan tuli.
Sahabat,
ketahuilah orang buta tak akan pernah dapat melihat jurang menganga
dihadapannya, dan orang tuli tak akan pernah dapat mendengar dan membedakan
antara nyanyian setan dengan untaian nasihat. Jika hati sudah menjadi buta dan
tuli maka jasad ini hanyalah boneka penghamba hawa nafsu yang pasti berujung
pada dosa dan penyesalan tiada batas.
Buta
adalah kegelapan. Dalam kegelapan kita tak mungkin dapat melihat warna
kehidupan lalu memilih dan memasangnya pada kanvas putih kebahagiaan.
Ketika hati menjadi buta kita tak dapat melihat bencana dibalik sosok
yang kita cintai, karena mata kita terlalu naif untuk melihat segala
keburukannya. Cinta benar-benar menutup penglihatan mata hati, sehingga
pandangannya begitu pendek bahkan nyaris tak punya pertimbangan. Dalam keadaan
seperti ini seseorang dapat kehilangan penglihatannya terhadap orang tua,
lingkungan bahkan masa depan. Ia berpikir bahwa cinta harus dinikmati, padahal
nikmat cinta tak bisa abadi karena sosok yang dicintainya bukanlah seseorang yang
abadi, baik bentuk jasmaninya maupun tabiatnya.
Timbul
pertanyaan besar, “Apa sih definisi pacaran itu?”
Pacaran
dianggap sebagai sebuah status yang membanggakan dimana dua orang insan bisa
saling mencurahkan kasih sayang (baca : birahi).
Orang yang berpacaran menganggap bahwa dengan statusnya tersebut mereka boleh
melakukan apapun dengan kekasihnya, termasuk berbuat yang dilarang oleh agama
sekalipun.
Pacaran
adalah status ciptaan setan yang dibungkus dengan kemilau pesona yang
menyilaukan mata hati. Mereka menganggap sedang jatuh cinta padahal
sesungguhnya sedang terjebak dalam kelamnya jurang syahwat yang menghancurkan.
Benarkah
orang yang pacaran itu sedang jatuh cinta?
Sungguh
terlalu dini untuk mengatakan cinta ketika dua
insan sedang tenggelam dalam samudera syahwat. Cinta adalah bonus bagi
ketulusan dan beningnya mata hati dalam melihat berbagai sudut kehidupan. Cinta
tak perlu dicari sebab ia akan terlahir dari janin keikhlasan dalam pribadi
yang penyayang. Cinta itu reaksi dari aksi tanpa pamrih dari para pecinta
sejati.
Dalam
sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Allah subhanahuwata’ala
berfirman :
وَمَا
تَقَرَّبُ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِمِثْلِ أَدَاءِ الْفَرَائِضِ وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ
يَتَقَرَّبَ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتىَّ أُحِبَّهُ إِنْ سَأَلَنِي أَعْطَيْتُهُ
وَإِنْ دَعَانِى أَجَبْتُهُ
Tidaklah
seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Ku dengan melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, dan seorang hamba senantiasa mendekatkan dirinya kepada
Ku dengan melakukan amalan sunnah hingga Aku mencintainya, jika ia meminta-Ku
maka akan Aku beri, jika ia memanggil-Ku, maka Aku akan menjawabnya (Musnad Ahmad
no.24997)
Perhatikan
Firman Allah dalam Hadits Qudsi diatas! Dengan jelas dikatakan bahwa cinta itu
adalah pemberian dan anugerah yang diberikan kepada seseorang setelah ia
menyerahkan segala bentuk ketulusan dalam rangka mendekat (taqarub) kepada-Nya.
Dengan kata lain, cinta itu hanya akan datang kepada mereka yang tulus dalam
berbuat dan berjuang tanpa pamrih. Inilah hakikat yang tidak ada dalam kata
PACARAN.
Status
pacaran adalah hubungan yang penuh dengan pamrih dan sesak dengan ketidak
ikhlasan. Mengapa? Yuk kita telusuri!
Bukankah
kita ingin dimanja saat kita memanjakannya?
Bukankah
kita ingin diperhatikan LEBIH saat kita memperhatikannya?
Bukankah
kita ingin dicintainya saat kita mencintainya?
Bukankah
kita selalu ingin menerima saat kita memberi?
Jika YA, maka itulah pamrih. Dan pamrih itu bukan kepribadian dari
orang yang punya ketulusan. Lalu jika kita miskin ketulusan, jangan pernah
sekalipun bilang cinta.
Pamrih muncul
dari sifat ego sentris dan selalu ingin menang sendiri. Dimana ketika ego yang
bicara maka yang muncul adalah kepentingan pribadi, kepuasan sendiri,
kesenangan nafsu, dan kebahagiaan sesaat. Dan semua itu hanya akan berujung
pada satu kata yang menyakitkan yaitu PENYESALAN.
Penulis : Kang Aradea yang sangat khawatir
akan keruntuhan moral generasi muda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar