Rabu, 22 Oktober 2014

PACARAN, HALAL ATAU HARAM?






Dunia Remaja dan Romantikanya

Masa remaja merupakan masa yang paling indah dalam fase kehidupan manusia. Pada masa ini terjadi pencarian identitas diri, impian besar dan semangat besar. Pada masa inilah berpadu antara asa, cita dan cinta.
Khususnya masalah cinta, remaja memiliki problematika sendiri. Tak sedikit remaja terjebak dalam gelapnya jurang asmara namun mereka mengira sedang berada di taman surgawi. Mereka mengira sedang mereguk manis  madu-madu kerinduan, padahal sesungguhnya sedang mabuk racun  kehidupan.

Dalam dunia remaja, istilah pacaran didefinisikan dengan ta’aruf (mengenal calon pasangan), dan terkadang pendapat ini didukung oleh mereka yang notabene berpredikat sebagai tokoh agama. Mereka beralil dengan Al-Qura’an surat al-Hujurat :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 49: 13)

Muncul sebuah paradigma, bahwa pacaran menjadi wajib dalam kehidupan remaja. Hidup tanpa pacar adalah aib besar bagi seorang remaja. status jomblo adalah predikat yang paling dihindari oleh mereka. Dalam pandangan agama, paradigma ini merupakan hal yang memprihatinkan. Mengapa? Karena pandangan hidup seperti ini adalah kunci sukses bagi setan dalam menjerumuskan anak manusia kepada perzinahan secara terbuka. Jika pacaran sudah dianggap biasa bahkan menjadi wajib, maka inilah awal hancurnya akhlak dan menjadi salah satu tanda dari sekian banyak tanda-tanda kiamat.  


Cintamu Kepada Sesuatu Menjadikan Kamu Buta dan Tuli

Sebaris kalimat diatas tercatat sebagai hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Imam Ahmad. Cinta adalah persoalan klasik yang menjadi alasan utama bagi manusia untuk menjalin hubungan dengan status pacaran. Namun tahukah kita, telah berapa banyak korban berjatuhan atas nama cinta?

Berapa orang bayi yang terlahir tanpa ayah?
Berapa gadis yang hamil tanpa nikah?
Berapa janin yang dibunuh sebelum lahir?
Bukankah itu semua dipersalahkan atas nama CINTA?

Lalu, akan berapa korban lagi yang akan jatuh berikutnya? Atau diantara kalian justeru ada yang dengan bangga mengantri untuk mengorbankan diri atas nama cinta, wahai saudaraku sadarilah cintamu kepada sesuatu hanya membuatmu menjadi buta dan tuli.

Sahabat, ketahuilah orang buta tak akan pernah dapat melihat jurang menganga dihadapannya, dan orang tuli tak akan pernah dapat mendengar dan membedakan antara nyanyian setan dengan untaian nasihat. Jika hati sudah menjadi buta dan tuli maka jasad ini hanyalah boneka penghamba hawa nafsu yang pasti berujung pada dosa dan penyesalan tiada batas.

Buta adalah kegelapan. Dalam kegelapan kita tak mungkin dapat melihat warna kehidupan lalu memilih dan memasangnya pada kanvas putih kebahagiaan. Ketika hati menjadi buta kita tak dapat melihat bencana dibalik sosok yang kita cintai, karena mata kita terlalu naif untuk melihat segala keburukannya. Cinta benar-benar menutup penglihatan mata hati, sehingga pandangannya begitu pendek bahkan nyaris tak punya pertimbangan. Dalam keadaan seperti ini seseorang dapat kehilangan penglihatannya terhadap orang tua, lingkungan bahkan masa depan. Ia berpikir bahwa cinta harus dinikmati, padahal nikmat cinta tak bisa abadi karena sosok yang dicintainya bukanlah seseorang yang abadi, baik bentuk jasmaninya maupun tabiatnya.

Timbul pertanyaan besar, “Apa sih definisi pacaran itu?”

Pacaran dianggap sebagai sebuah status yang membanggakan dimana dua orang insan bisa saling mencurahkan kasih sayang (baca : birahi). Orang yang berpacaran menganggap bahwa dengan statusnya tersebut mereka boleh melakukan apapun dengan kekasihnya, termasuk berbuat yang dilarang oleh agama sekalipun.

Pacaran adalah status ciptaan setan yang dibungkus dengan kemilau pesona yang menyilaukan mata hati. Mereka menganggap sedang jatuh cinta padahal sesungguhnya sedang terjebak dalam kelamnya jurang syahwat yang menghancurkan.

Benarkah orang yang pacaran itu sedang jatuh cinta?

Sungguh terlalu dini untuk mengatakan cinta ketika dua insan sedang tenggelam dalam samudera syahwat. Cinta adalah bonus bagi ketulusan dan beningnya mata hati dalam melihat berbagai sudut kehidupan. Cinta tak perlu dicari sebab ia akan terlahir dari janin keikhlasan dalam pribadi yang penyayang. Cinta itu reaksi dari aksi tanpa pamrih dari para pecinta sejati.

Dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Allah subhanahuwata’ala berfirman :
وَمَا تَقَرَّبُ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِمِثْلِ أَدَاءِ الْفَرَائِضِ وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ يَتَقَرَّبَ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتىَّ أُحِبَّهُ إِنْ سَأَلَنِي أَعْطَيْتُهُ وَإِنْ دَعَانِى أَجَبْتُهُ
Tidaklah seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Ku dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan seorang hamba senantiasa mendekatkan dirinya kepada Ku dengan melakukan amalan sunnah hingga Aku mencintainya, jika ia meminta-Ku maka akan Aku beri, jika ia memanggil-Ku, maka Aku akan menjawabnya (Musnad Ahmad no.24997)

Perhatikan Firman Allah dalam Hadits Qudsi diatas! Dengan jelas dikatakan bahwa cinta itu adalah pemberian dan anugerah yang diberikan kepada seseorang setelah ia menyerahkan segala bentuk ketulusan dalam rangka mendekat (taqarub) kepada-Nya. Dengan kata lain, cinta itu hanya akan datang kepada mereka yang tulus dalam berbuat dan berjuang tanpa pamrih. Inilah hakikat yang tidak ada dalam kata PACARAN.

Status pacaran adalah hubungan yang penuh dengan pamrih dan sesak dengan ketidak ikhlasan. Mengapa? Yuk kita telusuri!

Bukankah kita ingin dimanja saat kita memanjakannya?
Bukankah kita ingin diperhatikan LEBIH saat kita memperhatikannya?
Bukankah kita ingin dicintainya saat kita mencintainya? 
Bukankah kita selalu ingin menerima saat kita memberi?

Jika YA, maka itulah pamrih. Dan pamrih itu bukan kepribadian dari orang yang punya ketulusan. Lalu jika kita miskin ketulusan, jangan pernah sekalipun bilang cinta.
Pamrih muncul dari sifat ego sentris dan selalu ingin menang sendiri. Dimana ketika ego yang bicara maka yang muncul adalah kepentingan pribadi, kepuasan sendiri, kesenangan nafsu, dan kebahagiaan sesaat. Dan semua itu hanya akan berujung pada satu kata yang menyakitkan yaitu PENYESALAN.

Penulis             : Kang Aradea yang sangat khawatir akan keruntuhan moral generasi muda


BERSAMBUNG-INSYA ALLAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar